وليس أخو علم كمن هو جاهل
Oleh:
Syaikh Abdullah bin Muhammad Al-Bashri
الشيخ عبدالله بن محمد البصري
أَمَّا بَعدُ: فَأُوصِيكُم أَيُّهَا النَّاسُ وَنَفسِي بِتَقوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، ﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ ﴾ [الأنفال: 29].
Amma ba’du:
Saya wasiatkan kepada diri saya sendiri dan Anda sekalian, wahai manusia! Untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang benar dan batil) kepadamu, menghapus segala kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)-mu. Allah memiliki karunia yang besar.” (QS. Al-Anfal: 29).
أَيُّهَا المُسلِمُونَ؛ وَبَعدَ عُطلَةٍ ارتَاحَ فِيهَا المُعَلِّمُونَ وَالطُّلاَّبُ قَلِيلًا، يَعُودُونَ بَعدَ غَدٍ إِلى مَدَارِسِهِم وَمَعَاهِدِهِم، وَيَرجِعُونَ إِلى فُصُولِهِم وَكَرَاسِيِّهِم، وَيَنفُضُونَ الغُبَارَ عَن كُتُبِهِم وَدَفَاتِرِهِم، وَيَلتَفِتُونَ إِلى أَقلامِهِم وَمَحَابِرِهِم، استَرَاحُوا قَلِيلًا وَمَتَّعُوا الأَنفُسَ بِشَيءٍ مِنَ المُبَاحَاتِ، لِتَعُودَ نَشِيطَةً مُقبِلَةً رَاغِبَةً، يَحدُوهَا الشَّوقُ إِلى إِكمَالِ المَسِيرَةِ في طَلَبِ العِلمِ، وَيَدفَعُهَا الجِدُّ إِلى تَزكِيَةِ النُّفُوسِ وَبِنَاءِ العُقُولِ بِالتَّزَوُّدِ مِنهُ، فَهَنِيئًا لِمَن صَحَّت نِيَّتُهُ، وَأَرَادَ وَجهَ اللهِ وَالدَّارَ الآخِرَةَ، وَكَانَ مَقصِدُهُ إِزَالَةَ الجَهلِ عَن نَفسِهِ وَعَن غَيرِهِ، فَهُوَ بِذَلِكَ قَد سَلَكَ طَرِيقًا إِلى الجَنَّةِ؛ قَالَ عَلَيهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ: “مَن سَلَكَ طَرِيقًا يَلتَمِسُ فِيهِ عِلمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلى الجَنَّةِ”؛ رَوَاهُ مُسلِمٌ.
Wahai kaum Muslimin, setelah masa liburan yang menjadi masa bersantai sejenak bagi para guru dan murid, besok lusa mereka akan kembali ke sekolah dan pesantren mereka, kembali ke kelas dan meja belajar mereka, menghempaskan debu-debu yang hinggap di kitab dan buku mereka, dan kembali mengarahkan pandangan ke pena dan tinta mereka.
Mereka telah bersantai sejenak dan melemaskan otot yang tegang dengan hal-hal yang mubah, untuk kembali belajar penuh semangat, antusias, dan bergairah, ditarik oleh rasa kerinduan untuk melanjutkan perjalanan menuntut ilmu, dan didorong oleh kesungguhan untuk kembali menyucikan jiwa dan membangun akal.
Maka berbahagialah orang yang lurus niatnya, mengharapkan keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan balasan di negeri akhirat, dan tujuannya dalam belajar adalah mengangkat kebodohan dari dirinya dan orang lain. Dengan ini, dia telah menempuh jalan menuju surga, Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
مَن سَلَكَ طَرِيقًا يَلتَمِسُ فِيهِ عِلمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلى الجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka dengan itu Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
وَمَا الدُّنيَا وَمَا قِيمَتُهَا وَمَا الحَيَاةُ وَمَا لَذَّتُهَا إِذَا هِيَ خَلَت مِنَ العِلمِ وَالتَّعَلُّمِ وَذِكرِ اللهِ وَمَا وَالاهُ؟! لَولا العِلمُ وَمَا يَصلُحُ بِسَبَبِهِ، لَكَانَ النَّاسُ في ضَعَةٍ وَضَلالٍ وَخَسَارٍ، لَكِنَّهَا بِالعِلمِ تَرتَفِعُ مِنهُمُ الأَقدَارُ، وَتُنَارُ البَصَائِرُ وَالأَبصَارُ؛ قَالَ سُبحَانَهُ: ﴿ يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ﴾ [المجادلة: 11]، وَقَالَ عَلَيهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ: “الدُّنيَا مَلعُونَةٌ مَلعُونٌ مَا فِيهَا، إِلاَّ ذِكرَ اللهِ وَمَا وَالاهُ، وَعَالِمًا وَمُتَعَلِّمًا”؛ رَوَاهُ التِّرمِذِيُّ وَابنُ مَاجَه وَحَسَّنَهُ الأَلبَانيُّ.
Apalah dunia dan harganya, serta apalah hidup dan kenikmatannya jika itu semua kosong dari ilmu, belajar, berzikir, dan lain sebagainya? Kalaulah bukan ilmu dan hasil baik darinya, niscaya manusia akan berada dalam kesia-siaan, kesesatan, dan kerugian. Namun dengan ilmu, terangkat derajat mereka, serta tersinari mata dan nurani mereka. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11).
Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
الدُّنيَا مَلعُونَةٌ مَلعُونٌ مَا فِيهَا، إِلاَّ ذِكرَ اللهِ وَمَا وَالاهُ، وَعَالِمًا وَمُتَعَلِّمًا
“Dunia ini terlaknat dan terlaknat juga apa yang ada di dalamnya, kecuali berzikir kepada Allah dan ibadah lainnya, orang yang berilmu, dan orang yang menuntut ilmu.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Dihasankan oleh Al-Albani).
وَإِنَّمَا يُمدَحُ مِنَ العِلمِ مَا قَرَّبَ إِلى اللهِ، وَبَاعَدَ عَنِ الجَاهِلِيَّاتِ وَالأَخلاقِ البَهِيمِيَّةِ الَّتي مَا زَالَت بَعضُ المُجتَمَعَاتِ تَعِيشُهَا؛ لأَنَّهَا لم تُزَكِّ بِالعِلمِ الشَّرعِيِّ عُقُولًا وَهَبَهَا اللهُ إِيَّاهَا، وَفَرَّقَ بِهَا بَينَ الآدَمِيِّينَ وَبَقِيَّةِ مَخلُوقَاتِهِ الحَيَّةِ، وَمِن ثَمَّ كَانَ أَلزَمَ مَا يَجِبُ أَن يَكُونَ عَلَيهِ أَهلُ العِلمِ مِن مُعَلِّمِينَ وَطُلاَّبٍ، أَن يَكُونَ لِمَا تَعَلَّمُوهُ أَثَرٌ في عُقُولِهِم وَنُفُوسِهِم، وَأَن يُرَى سُلُوكًا حَيًّا في تَعَامُلِهِم، وَنُورًا تُشِعُّ بِهِ أَخلاقُهُم، وَجَمَالًا تَتَزَيَّنُ بِهِ طِبَاعُهُم، فَلَيسَ المُتَوَاضِعُ بِبَرَكَةِ مَا يَحمِلُهُ مِنَ العِلمِ، كَالمُتَكَبِّرِ بِقَدرِ مَا يُثقِلُهُ مِنَ الِجَهلِ، وَلا المُستَنِيرُ بِنُورِ الهُدَى، كَالمُتَخَبِّطِ في ظُلُمَاتِ الضَّلالِ..
تَعَلَّمْ فَلَيسَ المَرءُ يُولَدُ عَالِمًا وَلَيسَ أَخُو عِلمٍ كَمَن هُوَ جَاهِلُ
وَإِنَّ كَبِيرَ القَومِ لا عِلمَ عِندَهُ صَغِيرٌ إِذَا التَفَّت عَلَيهِ الجَحَافِلُ
وَإِنَّ صَغِيرَ القَومِ إِن كَانَ عَالِمًا كَبِيرٌ إِذَا رُدَّت إِلَيهِ المَحَافِلُ
Namun, ilmu yang terpuji adalah yang dapat mendekatkan pemiliknya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan menjauhkannya dari perbuatan-perbuatan jahiliyah dan akhlak-akhlak binatang yang masih dilakukan oleh beberapa masyarakat, karena mereka tidak membersihkan akal yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala karuniakan kepada mereka dengan ilmu syar’i, dan dengan akal itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala membedakan antara manusia dengan makhluk hidup lainnya.
Oleh sebab itu, hal paling ditekankan pada orang yang berinteraksi dengan ilmu – baik itu guru atau murid – adalah apa yang mereka pelajari harus punya pengaruh terhadap akal dan jiwa mereka, terlihat pada pergaulan mereka sikap-sikap yang baik, pada karakter mereka cahaya yang terpancar, dan pada tabiat mereka keindahan.
Orang yang rendah hati karena keberkahan ilmu yang dia miliki tidak sama dengan orang sombong yang kesombongannya sesuai dengan kadar kebodohan yang dia pikul, juga orang yang tersinari dengan cahaya petunjuk tidak sama dengan orang yang terjerumus dalam gelap gulitanya kesesatan.
تَعَلَّمْ فَلَيسَ المَرءُ يُولَدُ عَالِمًا وَلَيسَ أَخُو عِلمٍ كَمَن هُوَ جَاهِلُ
Belajarlah, karena manusia tidak terlahir pintar
Dan orang berilmu tidak sama dengan orang bodoh
وَإِنَّ كَبِيرَ القَومِ لا عِلمَ عِندَهُ صَغِيرٌ إِذَا التَفَّت عَلَيهِ الجَحَافِلُ
Pembesar suatu kaum yang tidak punya ilmu
Bagaikan anak kecil jika sedang berkumpul dengan banyak orang
وَإِنَّ صَغِيرَ القَومِ إِن كَانَ عَالِمًا كَبِيرٌ إِذَا رُدَّت إِلَيهِ المَحَافِلُ
Tapi orang kecil jika berilmu
Bagaikan orang besar saat berada di majelis perkumpulan
مَا أَجمَلَ الإِنسَانَ حِينَ يَستَمِرُّ في طَرِيقِ العِلمِ صَابِرًا مُحتَسِبًا لا يَكَلُّ وَلا يَمَلُّ، مُتَوَاضِعًا مُتَطَامِنًا لا يَستَنكِفُ وَلا يَستَكبِرُ، مُقبِلًا رَاغِبًا لا يَستَحيِي مِن التَّزَوُّدِ مِنهُ وَالسُّؤَالِ عَمَّا جَهِلَهُ، وَالأَجمَلُ أَن يَعمَلَ بِمَا عَلِمَ، وَأَن يُغَيِّرَ العِلمُ قَلبَهُ وَقَالَبَهُ وَجَوَارِحَهُ، وَيُؤَثِّرَ في سَمعِهِ وَبَصَرِهِ، وَيَضبِطَ أَخذَهُ وَعَطَاءَهُ، وَتَتَّزِنَ بِهِ مُعَامَلَتُهُ لِلآخَرِينَ، وَيَحسُنَ تَصَرُّفُهُ مَعَ مَوَاقِفِ الحَيَاةِ المُختَلِفَةِ، فَثَمَرَةُ العِلمِ العَمَلُ، وَعِلمٌ بِلا عَمَلٍ، هُوَ في حَقِيقَتِهِ ادِّعَاءٌ وَإِن كَانَ صَاحِبُهُ يَحمِلُ أَعلَى الشَّهَادَاتِ وَيَتَقَلَّدُ أَرقَى المَنَاصِبِ، أَو يُوصَفُ بِأَكمَلِ الأَوصَافِ وَيُمنَحُ أَعلَى الدَّرَجَاتِ، وَلَيسَ لِنَيلِ ثَمَرَةِ العِلمِ طَرِيقٌ بَعدَ عَونِ اللهِ تَعَالى وَتَوفِيقِهِ، إِلاَّ مُحَاسَبَةُ النَّفسِ وَتَأَمُّلُ حَالِهَا، وَقِيَاسُ مِقدَارِ استِفَادَتِهَا مِن طُولِ تَعَلُّمِهَا وَتَربِيَتِهَا، هَلِ استَقَامَت بَعدَ أَن أُقِيمَت؟! وَهَل عَمِلَت بِمَا عَلِمَت؟! أَم أَنَّهَا مَا زَالَت تَأخُذُ بِمَا تَشتَهِي وَتَسِيرُ عَلَى مَا يَرُوقُ لَهَا، وَتَستَبدِلُ الأَدنَى بِالَّذِي هُوَ خَيرٌ، بِاتِّبَاعِ العَادَاتِ وَالرُّسُومِ وَالسُّلُومِ الَّتي مَا أَنزَلَ اللهُ بِهَا مِن سُلطَانٍ، وَتَركِ العِلمِ الَّذِي يَنفَعُ وَيَرفَعُ وَيُصلِحُ وَيُؤَدِّبُ، وَيُكسِبُ الأَجرَ وَحَسَنَ الذِّكرِ؟!
Betapa bagus seorang insan yang konsisten di atas jalan ilmu dengan penuh kesabaran dan harapan meraih pahala, tanpa lelah dan bosan, rendah hati, tidak berpaling dan sombong, berantusias tinggi, dan tidak malu untuk terus membekali diri dengan ilmu dan tidak segan bertanya apa yang belum diketahui.
Lalu lebih bagus lagi jika dia mengamalkan apa yang diketahui, ilmunya dapat mengubah hati, sikap, dan tindak-tanduknya, memberi pengaruh pada pendengaran dan penglihatannya, mengatur kapan mencari dan kapan memberi, dan menyeimbangkan interaksinya dengan orang lain, serta memperbaiki sikapnya dengan berbagai macam kondisi kehidupan.
Buah dari ilmu adalah amal. Ilmu tanpa amal hakikatnya hanya klaim semata, meskipun orang itu memiliki ijazah tertinggi, berkalung jabatan paling bergengsi, disematkan kepadanya titel paling sempurna, dan dikaruniakan kepadanya nilai paripurna. Tidak ada jalan lain untuk meraih buah dari ilmu – setelah pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan taufik-Nya – kecuali dengan berintrospeksi diri, merenungi keadaannya, mengukur tingkat manfaat yang dia ambil dari lamanya belajar dan menempuh pendidikan.
Apakah dia jadi lurus setelah diluruskan? Apakah dia menerapkan ilmu yang didapatkan? Atau justru terus merenggut segala yang diinginkan nafsu, berjalan sesuai kehendak syahwatnya, dan menukar yang baik, dengan yang buruk dengan mengikuti kebiasaan, adat, dan tradisi yang tidak ada dalilnya sedikitpun dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan justru meninggalkan ilmu yang bermanfaat, meninggikan derajat, membenahi adab, dan mendatangkan pahala serta kebaikan nama?
عَيبٌ – وَاللهِ – كَبِيرٌ، وَنَقصٌ في المُجتَمَعِ وَاضِحٌ، أَن تَكُونَ المَدَارِسُ فِيهِ مُنذُ عَشَرَاتِ السِّنِينَ، وَتَتَوَالى عَلَيهَا أَجيَالٌ بَعدَ أَجيَالٍ، وَمَا زَالَ بَعضُ المُتَعَلِّمِينَ يَعِيشُ في زَمَنِ الجُهَّالِ، مُفتَخِرًا بِتَمَسُّكِهِ بِبَعضِ أَخلاقِ الآبَاءِ العَوجَاءِ، أَو صِفَاتِ العَامَّةِ الهَوجَاءِ، وَكَأَنَّهُ لا يَعلَمُ أَنَّ الأَجيَالَ السَّابِقَةَ إِنَّمَا عَاشُوا مَا عَاشُوا لِقِلَّةِ مَصَادِرِ العِلمِ لَدَيهِم وَنُدرَةِ مَحَاضِنِهِ، وَتَوَالي عُهُودِ الجَهلِ فِيهِم وَطُولِ الأَمَدِ عَلَيهِم، وَمَعَ هَذَا فَإِنَّ مِنهُم مَن هُوَ في تَمَسُّكِهِ بِقَلِيلٍ مِمَّا عَلِمَ، خَيرٌ مِن كَثِيرٍ مِن أَهلِ زَمَانِنَا مِمَّن عَلِمَ كَثِيرًا وَلم يَعمَلْ إِلاَّ قَلِيلًا، وَأُدِّبَ فَلَم يَتَأَدَّبْ، وَهُذِّبَت أَخلاقُهُ فَلَم تَتَهَذَّبْ، وَوُجِّهَ لَكِنَّهُ مَا زَالَ يُعَانِدُ وَيُكَابِرُ؛ قَالَ سُبحَانَهُ: ﴿ أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ ﴾ [الزمر: 9].
Sungguh aib yang besar dan kekurangan yang terpampang jelas di masyarakat jika sekolah-sekolah sudah ada di sana sejak puluhan tahun, angkatan demi angkatan diluluskan, tapi sebagian murid masih hidup dalam kebodohan dan berbangga dengan berpegang pada beberapa perilaku yang menyimpang warisan nenek moyang atau sifat-sifat awam yang terlarang, seakan-akan dia tidak mengetahui bahwa generasi-generasi terdahulu melakukan itu karena kekurangan sumber ilmu, kelangkaan tempat mencari ilmu, dan kebodohan berlangsung dalam jangka waktu yang lama pada mereka.
Kendati demikian, ada dari mereka yang berpegang dengan hal-hal itu karena kurangnya ilmunya itu lebih baik daripada banyak orang di zaman kita yang telah mengetahui banyak ilmu tapi tidak mengamalkannya kecuali sekedarnya saja, yang dididik tapi tidak juga terdidik, diluruskan akhlaknya tapi juga tidak lurus, diarahkan tapi juga tetap membangkang dan berlaku sombong. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“(Apakah orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dalam keadaan bersujud, berdiri, takut pada (azab) akhirat, dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui (hak-hak Allah) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (hak-hak Allah)?’ Sesungguhnya hanya ulul albab (orang yang berakal sehat) yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9).
أَجَل أَيُّهَا الإِخوَةُ، إِنَّهُ لَيسَ المُعرِضُ عَن طَاعَةِ رَبِّهِ المُتَّبِعُ لِهَوَاهُ، كَمَن هُوَ مُطمَئِنُّ النَّفسِ قَانِتٌ للهِ، مُطِيعٌ لَهُ حَرِيصٌ عَلَى مَا يُقَرِّبُهُ إِلَيهِ، خَوفًا مِن عَقَابِهِ وَرَجَاءً لِثَوَابِهِ، ذَلِكَ هُوَ العَالِمُ حَقًّا، وَالمُستَفِيدُ مِن عِلمِهِ وَاقِعًا، فَلا يَستَوِي هُوَ وَالَّذِي لا يَعلَمُ شَيئًا، كَمَا لا يَستَوِي زَاكي العَقلِ الَّذِي يَنظُرُ في العَوَاقِبِ وَالمَآلاتِ، وَمَن لا لُبَّ لَهُ وَلا عَقَلَ إِلاَّ أَن يَتَّخِذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ، أَلا فَلْنَتَّقِ اللهَ فِيمَا تَعَلَّمنَاهُ، وَلْنَحذَرْ أَن نَقُولَ مَا لا نَعمَلُ، فَإِنَّ ذَلِكَ مِن عَلامَاتِ المَقتِ وَالبُعدِ عَنِ اللهِ وَالحِرمَانِ مِن بَرَكَةِ العِلمِ، ﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ ﴾ [الصف: 2، 3].
Benar, wahai saudara-saudara! Orang yang berpaling dari ketaatan kepada Tuhannya dan mengikuti hawa nafsunya tidak seperti orang yang jiwanya damai, tunduk kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, taat kepada-Nya, semangat menjalankan amalan yang mendekatkan dirinya kepada-Nya, dan takut dari siksa-Nya, serta berharap mendapat pahala-Nya. Inilah orang berilmu yang hakiki dan benar-benar mengambil manfaat dari ilmunya.
Tidak sama antara dia dengan orang yang tidak mengetahui apapun, sebagaimana tidak sama antara orang yang akalnya jernih yang mencermati akibat dari segala urusannya, dengan orang yang tidak menggunakan akal pikirannya dan menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya.
Oleh sebab itu, marilah kita bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam ilmu yang telah kita pelajari, dan janganlah kita mengucapkan apa yang tidak kita lakukan, karena ini menjadi tanda kemurkaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan terhalangnya seseorang dari keberkahan ilmu.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Sangat besarlah kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2-3).
الخطبة الثانية
أَمَّا بَعدُ، فَاتَّقُوا اللهَ تَعَالى وَأَطِيعُوهُ وَلا تَعصُوهُ، وَاذكُرُوهُ وَاشكُرُوهُ وَلا تَكفُرُوهُ وَتَنسَوهُ، ﴿ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ ﴾ [البقرة: 223].
أَيُّهَا المُسلِمُونَ؛ لَيسَ أَكثَرَ رِبحًا وَلا أَوفَرَ حَظًّا بَعدَ الوَالِدَينِ، مِن مُعَلِّمٍ تَمضِي السَّنَوَاتُ وَهُوَ في أَروِقَةِ الفُصُولِ بَينَ طُلاَّبِهِ، يُرَبِّي وَيُعَلِّمُ وَيَنصَحُ وَيُوَجِّهُ، وَيَبني القِيَمَ وَيُثَبِّتُ المَبَادِئَ وَيُقَوِّمُ الأَخلاقَ، وَيُعِدُّ الأَجيَالَ لِلحَيَاةِ وَيَصنَعُ لَهُم مُستَقبَلَهُم، فَإِذَا التَفَتَ بَعدَ سَنَوَاتٍ، وَجَدَ مِن طُلاَّبِهِ الإِمَامَ وَالخَطِيبَ، وَالشَّاعِرَ وَالأَدِيبَ، وَالمُهَندِسَ وَالطَّبِيبَ، وَالضَّابِطَ الأَرِيبَ وَرَجُلَ الأَمنِ اللَّبِيبِ، ثم هُوَ مَا يَزَالُ يَحظَى مِن أَوفِيَائِهِم بِدَعَوَاتٍ صَالِحَاتٍ، تَملأُ مِيزَانَهُ بِالحَسَنَاتِ، لأَنَّهُ كَانَ سَبَبَ نَجَاحِهِم وَفَلاحِهِم بَعدَ تَوفِيقِ اللهِ، فَلْيَهنَأِ المُعَلِّمُونَ وَإِن تَعِبُوا، وَلْيَرتَاحُوا نُفُوسًا وَإِن شَقِيَت مِنهُمُ الأَجسَادُ، وَلْتَقَرَّ أَعيُنُهُم وَإِن ذَهَبَ مَاؤُهَا في تَحضِيرِ دُرُوسِهِم وَتَصحِيحِ دَفَاتِرِ طُلاَّبِهِم وَمُتَابَعَةِ سُلُوكِهِم وَتَصحِيحِ مَسَارِهِم، فَهُم الآبَاءُ الَّذِينَ لَهُم في كُلِّ بَلَدٍ وَلَدٌ، وَفي كُلِّ مَكَانٍ لِسَانٌ، لَيسَ مِن كَبِيرِ قَومٍ وَلا أَمِيرٍ وَلا وَزِيرٍ، وَلا صَاحِبِ جَاهٍ وَلا رَئِيسٍ وَلا مُدِيرٍ، إِلاَّ وَلَهُم عَلَيهِ بَعدَ اللهِ فَضلٌ في بِنَاءِ شَخصِيَتِهِ وَتَقوِيمِ عَقلِهِ وَتَزكِيَةِ نَفسِهِ. أَمَّا أَنتُم أَيُّهَا الطُّلاَّبُ، فَجِدُّوا وَاجتَهِدُوا، وَاصبِرُوا تَظفَرُوا، وَاعلَمُوا أَنَّ كُلَّ مَن تَرَونَهُم أَمَامَكُم مِنَ النَّاجِحِينَ، قَد مَرُّوا بِمَا مَرَرتُم بِهِ، وَجَلَسُوا مَجَالِسَكُم وَكَتَبُوا وَتَعِبُوا، لَكِنَّهُم عَرَفُوا قَدرَ العِلمِ وَمَحَاضِنِهِ فَتَأَدَّبُوا، وَوَعَوا فَضلَ مُعَلِّمِيهِم فَأَطَاعُوهُم وَأَجَلُّوهُم.
Khutbah Kedua
Amma ba’du:
Bertakwa dan taatlah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, jangan bermaksiat kepada-Nya. Berzikir dan bersyukurlah kepada-Nya, jangan ingkar dan lupa terhadap-Nya.
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ
“Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu akan berjumpa dengan-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 223).
Wahai kaum Muslimin! Tidak ada orang yang lebih beruntung setelah kedua orang tua daripada guru yang menghabiskan bertahun-tahun di lorong-lorong kelas di antara para murid, mendidik, mengajar, menasihati, dan mengarahkan, membangun nilai-nilai, meneguhkan prinsip-prinsip, meluruskan akhlak, dan mempersiapkan generasi untuk kehidupan, dan membentuk masa depan mereka.
Apabila dia menengok setelah beberapa tahun, dia menemukan di antara anak didiknya itu sudah menjadi imam, khatib, sastrawan, insinyur, dokter, tentara yang cakap, dan polisi yang cerdas. Selain itu, dia terus mendapat balas budi berupa doa-doa baik yang memenuhi timbangan amalnya dengan kebaikan, karena dia adalah pengantar kesuksesan dan keberhasilan mereka setelah taufik dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Oleh sebab itu, bergembiralah wahai para guru, meski peluh keletihan terasa, damailah jiwa mereka meski raga terasa berat menghadapi para murid, dan tenanglah jiwa mereka meski air mata kering demi menyiapkan materi ajar, mengoreksi tugas, mengontrol tindak tanduk, dan meluruskan langkah kaki para murid mereka.
Mereka bagaikan orang tua yang punya anak di setiap negeri dan punya lisan di setiap tempat, bukan pembesar kaum, penguasa, menteri, pemangku jabatan, pemimpin, atau direktur, tapi mereka punya jasa besar – setelah Allah Subhanahu Wa Ta’ala – pada tiap-tiap orang itu dalam membentuk karakter, membangun akal, dan menjernihkan jiwanya.
Sedangkan kalian, wahai para murid! Bersemangat dan bersungguh-sungguhlah dalam belajar, bersabarlah agar berhasil, dan ketahuilah bahwa setiap orang sukses yang kalian lihat di hadapan kalian itu telah melewati apa yang sedang kalian lewati sekarang, dulu mereka juga duduk di tempat duduk kalian, menulis, dan berlelah-lelah. Hanya saja, mereka mengetahui kedudukan dan sumber ilmu, sehingga mereka menjadi orang beradab dan memahami keutamaan guru mereka, maka taati dan hormatilah para guru.
وَأَخِيرًا أَنتُم أَيُّهَا الآبَاءُ، لا تَكُونُوا الرِّجلَ العَرجَاءَ أَوِ اليَدَ الشَّلاَّءَ، فَيَتَأَخَّرَ أَبنَاؤُكُم بِسَبَبِ غَفلَتِكُم، أَو يُخفِقُوا لِعَدَمِ تَعَاوُنِكُم، فَافتَحُوا صُدُورَكُم وَابنُوا مَتِينَ العِلاقَاتِ مَعَ جُنُودِ التَّعلِيمِ مِن مُدِيرِي مَدَارِسَ وَمُعَلِّمِينَ وَمُوَجِّهِينَ، وَشَاوِرُوهُم وَسَاعِدُوهُم، وَتَعَاوَنُوا عَلَى مَا يُصلِحُ أَبنَاءَكُم وَيُرَغِّبُهُم في العِلمِ، وَيُحَبِّبُ إِلَيهِم أَهلَهُ وَمَحَاضِنَهُ، وَلْيَكُنْ لَدَيكُم حِكمَةٌ وَبُعدُ نَظَرٍ، فَالبِنَاءُ مُتعِبٌ وَمُكَلِّفٌ، وَالهَدمُ سَهلٌ وَالهَادِمُونَ في زَمَانِنَا كَثِيرُونَ، لَكِنَّهُمُ بِوَعيِكُم وَانتِبَاهِكُم مَخذُولُونَ مُنهَزِمُونَ.
Yang terakhir, untuk Anda sekalian wahai orang tua! Janganlah menjadi kaki yang pincang atau tangan yang lumpuh, sehingga anak-anak kalian tertinggal akibat kelalain kalian, atau gagal karena tidak mendapatkan dukungan dari kalian. Bukalah hati kalian, bangunlah hubungan yang kuat dengan para pasukan pendidik, yaitu para kepala sekolah, guru, dan pendidik. Diskusilah dengan mereka, bantulah mereka, dan saling mendukung dalam hal-hal yang dapat memperbaiki anak kalian dan membuat mereka semangat belajar, membuat mereka tertarik dengan orang berilmu dan tempat ilmu.
Jadilah orang yang punya kebijaksanaan dan visi yang jauh, karena membangun generasi amat melelahkan dan berat, sedangkan meruntuhkan amatlah mudah. Namun, orang-orang yang meruntuhkan di zaman kita sangat banyak, tapi dengan kesadaran dan kewaspadaan kalian, para perusak itu akan kalah.
اللَّهُمَّ أَرشِدِ المُعَلِّمِينَ وَسَدِّدْهُم وَأَعِنْهُم وَقَوِّ عَزَائِمَهُم، وَوَفِّقْهُم واَرزُقْهُمُ الصَّبرَ وَالاحتِسَابَ، وَامنَحِ الأَبنَاءَ الذَّكَاءَ وَالزَّكَاءَ وَحُسنَ الأَدَبِ في الطَّلَبِ، وَيَسِّرْ لَهُم كُلَّ عَسِيرٍ وَسَهِّلْ لَهُم كُلَّ صَعبٍ، اللَّهُمَّ افتَحْ لَهُم مَغَالِيقَ الأَبوَابِ، وَدُلَّهُم عَلَى الحَقِّ وَالصَّوَابِ، وَعَلِّمْهُم مَا يَنفَعُهُم، وَانفَعْهُم بِمَا عَلَّمتَهُم، وَزِدْهُم عِلمًا وَفَهمًا.
Ya Allah, berilah petunjuk bagi para pendidik, luruskan jalan mereka, bantu mereka, kuatkan keteguhan mereka, karuniakan taufik bagi mereka, dan berilah kesabaran dan ketabahan untuk mereka. Karuniakanlah bagi anak-anak didik mereka kecerdasan, kesucian jiwa, dan adab yang baik dalam belajar, mudahkan bagi mereka segala hal yang sulit, lancarkan bagi mereka setiap perkara yang pelik.
Ya Allah, bukakanlah bagi mereka pintu-pintu yang tertutup, berilah petunjuk bagi mereka menuju kebenaran, ajarkanlah kepada mereka ilmu yang bermanfaat, dan jadikanlah mereka bermanfaat dengan ilmu yang telah Engkau ajarkan, serta tambahlah bagi mereka ilmu dan pemahaman.
Sumber:
https://www.alukah.net/sharia/0/177834/وليس-أخو-علم-كمن-هو-جاهل-خطبة/

