Khutbah Pertama:
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
وَ إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Ribuan tahun sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, berkumpullah sepuluh orang dalam rangka membuat makar untuk membunuh calon seorang nabi. Mereka rapat dan menyampaikan usulan. Salah satu dari mereka menyampaikan pendapat dan kemudian pendapatnya menjadi kesepakatan. Usulannya adalah termaktub di dalam Alquran Surat Yusuf ayat 9.
ٱقْتُلُوا۟ يُوسُفَ أَوِ ٱطْرَحُوهُ أَرْضًا يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ وَتَكُونُوا۟ مِنۢ بَعْدِهِۦ قَوْمًا صَٰلِحِينَ
“Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia kesuatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayah kita tertumpah kepada kita saja, dan sesudah itu hendaklah kita menjadi orang-orang yang baik”. [Quran Yusuf: 9].
Calon nabi yang hendak dibunuh ini adalah Nabi Yusuf di masa kecilnya. Dan yang rapat merencanakan pembunuhan adalah saudara-saudara beliau. Mereka berencana melakukan dua opsi kejahatan. Pertama membunuh Yusuf atau yang kedua membuangnya ke tempat yang jarang dilewati manusia. Lalu setelah itu apa usulannya?
وَتَكُونُوا۟ مِنۢ بَعْدِهِۦ قَوْمًا صَٰلِحِينَ
“Dan setelah itu hendaklah kita menjadi orang-orang yang baik”. [Quran Yusuf: 9].
Dalam ayat ini, Allah menceritakan ada beberapa orang yang berencana melakukan kejatahan dan setelah kejahatan itu selesai berikutnya kita bareng-bareng menjadi orang baik.
Perhatikan jamaah yang dimuliakan Allah,
Tatkala ada seseorang yang hendak berbuat kejahatan; pembunuhan, minum khomr, judi, zina, korupsi, mencuri, mengkhianati amanah, dll kemudian mereka susulkan dengan rencana untuk taat, maka rencana taat inilah yang semakin membuat mereka tidak takut melakukan perbuatan dosa dan maksiat. Di benak mereka, “Ah nanti bisa taubat. Nanti bisa sedekah. Nanti bisa bangun masjid. Nanti bisa haji atau umroh, dll. semua akan menghapus dosa-dosa kita.” Rasa takut untuk bermaksiat itu semakin hilang.
Ternyata apa yang dipikirkan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf ini, masih menjadi pola pikir yang sama hingga zaman sekarang. Kita jumpai banyak orang berani melakukan perbuatan dosa dan maksiat dan di saat yang sama mereka merencanakan ‘Nanti setelah ini kita sholat dan taubat’.
Sebagai contoh, banyak orang yang beranggapan tatkala mendapatkan harta yang haram. Baik hasil riba, korupsi, menzalimi hak orang lain, suap, dan menipu, dia menganggap ‘Zakat itu kan bisa menyucikan harta. Nanti kalau harta sudah banyak entah bagaimanapun cara mendapatkannya, nanti kita zakati sehingga harta yang lain menjadi suci’.
Sebagian mereka yang duduk di posisi basah dan strategis mengatakan, “Kalaupun kita korupsi nanti kita pergi haji. Dan orang ketika pulang haji itu akan bersih dari dosa seperti dilahirkan kembali.”
Anggapan semacam ini membuat orang semakin berani untuk berbuat jahat. Sehingga dia PD akan meraih ampunan dan tetap nekad untuk berbuat maksiat. Ini persis seperti yang Allah ceritakan tentang saudara-saudaranya Nabi Yusuf. Mereka merencanakan membunuh saudara mereka, kemudian mengatakan,
وَتَكُونُوا۟ مِنۢ بَعْدِهِۦ قَوْمًا صَٰلِحِينَ
“Dan setelah itu hendaklah kita menjadi orang-orang yang baik”. [Quran Yusuf: 9].
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Banyak orang yang tidak sadar, bahwa dalam agama Islam ini ada sebuah kaidah yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Dzat Yang Maha Baik dan tidak menerima kecuali amalan yang baik.” [HR. Muslim, no. 1015]
Harta yang diperoleh dari hasil yang haram kemudian dimanfaatkan untuk kebaikan dan amal shaleh, tidak akan diterima oleh Allah Ta’ala. Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci sebagaimana pula tidak menerima sedekah dari ghulul (harta korupsi).” (HR. Muslim, no. 224).
Demikian juga tatkala seseorang berhaji yang ongkosnya dia keluarkan dari Tabungan harta haramnya. Dalam sebuah riwayat disebutkan,
إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ حَاجًّا بنفَقَةٍ طَيِّبَةٍ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ فِي الْغَرْزِ، فَنَادَى: لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، نَادَاهُ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، زَادُكَ حَلالٌ، وَرَاحِلَتُكَ حَلالٌ، وَحَجُّكُ مَبْرُورٌ غَيْرُ مَأْزُورٍ، وَإِذَا خَرَجَ بِالنَّفَقَةِ الْخَبِيثَةِ، فَوَضَعَ رِجْلَهُ فِي الْغَرْزِ، فَنَادَى: لَبَّيْكَ، نَادَاهُ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: لا لَبَّيْكَ وَلا سَعْدَيْكَ، زَادُكَ حَرَامٌ وَنَفَقَتُكَ حَرَامٌ، وَحَجُّكَ غَيْرُ مَبْرُورٍ
“Apabila seseorang keluar untuk melaksanakan haji dengan nafkah yang halal dan menapakkan kakinya di atas kendaraannya kemudian berucap: Ya Allah aku datang memenuhi panggilan-Mu, memangillah malaikat dari langit: kedatanganmu diterima dan amalmu diterima. Bekalmu halal, kendaraanmu halal dan hajimu mabrur (diterima) dan bukan palsu. Dan apabila seseorang keluar untuk melaksanakan haji dengan nafkah yang kotor/haram dan menapakkan kakinya di tanah kemudian berucap: Ya Allah aku datang memenuhi panggilan-Mu, memangillah malaikat dari langit: kedatanganmu ditolak dan amalmu tidak diterima, bekalmu haram dan nafkahmu haram dan hajimu tidak mabrur.” [HR. Tabrani]
Oleh karena itu jamaah yang dimuliakan Allah,
Ada sebuah kaidah yang perlu kita pahamai bersama:
مَا بُنِيَ عَلَى فَاسِدٍ فَهُوَ فَاسِدٌ
“Semua yang dibangun dari sesuatu yang rusak, maka hasilnya juga rusak.”
Artinya tidak diterima. Seseorang yang memulai shalat dengan cara yang salah, maka shalatnya salah. Seperti tidak wudu atau takbirotul ihromnya tidak sah, maka sholatnya tidak sah. Demikian juga seseorang zakat dengan cara yang salah, hartanya dari yang haram, juga tidak akan diterima oleh Allah Ta’ala.
Amal shaleh yang kita lakukan ini belum tentu diterima. Dalam kondisi ini, seandainya kita membawa harta yang haram, maka akan menjadi musibah besar tatkala nanti kita berjumpa dengan Allah dan diadili di pengadilan Allah Ta’ala.
Dari sahabat Sahl bin Saad radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan bahwa Jibril ‘alaihissalam pernah datang dan berpesan kepada beliau, artinya pesan ini juga untuk kita semua. Kata Jibril,
يَا مُحَمَّدُ عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ،
“Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati. Cintailah siapa yang kamu suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya. Dan berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya. [HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath no 4278, Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa, al-Hakim dalam al-Mustadrak 7921 Hadis ini dinyatakan Hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadis ash-Shahihah 2/483].
Demikian sebagai khotbah yang pertama.
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ؛ فَإِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.
Khutbah Kedua:
الْحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَلاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ تَعْظِيمًا لِشَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوانِهِ، صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا..
أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى:
Kaum muslimin jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Kita sama-sama mengetahui, Allah Ta’ala memberikan kita batas kemampuan dalam menikmati kehidupan dunia. Seseorang hanya mampu menikmati kenikmatan dengan maksimal nanti tatkala di surga.
Contohnya: seseorang memiliki banyak harta, dia tidak bisa menikmati semua hartanya tersebut. Dia memiliki banyak mobil, pakaian, makanan, tak semuanya bisa dia konsumsi dan nikmati. Tabungannya bisa jadi milyaran. Tidak semua bisa dia jadikan harta itu melayani kebutuhan dan kehidupannya.
Belum lagi karena factor usia, Kesehatan, waktu yang terbatas, dll. tidak semua bisa kita nikmati. Seperti inilah Allah membatasi kita dalam menikmati kenikmatan di dunia. Karena itu, Nabi memberikan definisi yang jelas tentang hakikat harta yang benar-benar milik kita. Kata beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَقُولُ الْعَبْدُ: مَالِي، مَالِي، إِنَّمَا لَهُ مِنْ مَالِهِ ثَلَاثٌ: مَا أَكَلَ فَأَفْنَى، أَوْ لَبِسَ فَأَبْلَى، أَوْ أَعْطَى فَاقْتَنَى، وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ ذَاهِبٌ، وَتَارِكُهُ لِلنَّاسِ
“Seorang hamba mengatakan, “hartaku, hartaku”. Sungguh bagiannya dari hartanya tersebut hanyalah 3 jenis saja: apa yang ia makan lalu habis (di buang melalui kotoran), atau yang ia pakai lalu menjadi usang, atau apa yang ia berikan (sedekahkan) lalu akan kekal. Selain dari itu semuanya pasti akan lenyap dan ia tinggalkan bagi manusia lainnya (setelah ia wafat).” [HR. Muslim: 2959 dari Abu Hurairah].
Ibadallah,
Semoga Allah menjaga kita dari harta yang haram dan mencukupkan kita dengan harta yang halal. Semoga kita terbebas dari kezaliman dan harta yang haram saat kita berpisah dari dunia ini nanti.
﴿إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾ [الأحزاب: 56]، وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا» [رَوَاهُ مُسْلِم].
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ . وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَقْوَى وَسَدِدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةَ نَبِيِّكَ صلى الله عليه وسلم ، وَاجْعَلْهُمْ رَأْفَةً عَلَى عِبَادِكَ المُؤْمِنِيْنَ
اللَّهمَّ أسألُكَ حُبَّكَ ، وحَبَّ مَن يُحِبُّكَ ، وحُبًّا يُبَلِّغُني حُبَّكَ
عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، ) وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ ( .
Ditulis oleh Nurfitri Hadi, M.A.
Artikel www.KhotbahJumat.com