Membangun Karakter Islami di Zaman Penuh Ujian

Oleh:

Dr. Murad Bakhraisha

Khutbah Pertama

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menyempurnakan agama bagi kita, menggenapkan kenikmatan untuk kita, dan menjadikan teladan kita adalah Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam, orang yang berjalan di atas jalan beliau akan selamat, dan orang yang berpaling darinya akan binasa. 

Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata yang tidak memiliki sekutu, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Semoga salawat dan salam senantiasa terlimpah kepada beliau, dan kepada keluarga dan seluruh sahabat beliau.

Wahai saudara-saudara yang saya cintai karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala! Saat ini kita diuji dengan zaman yang penuh dengan ujian, dan tersebar di dalamnya segala peranti untuk berbuat kerusakan dan perusakan, mulai dari layar-layar yang menebar syahwat-syahwat siang dan malam, serta situs-situs yang menanamkan syubhat-syubhat ke dalam hati generasi muda dan anak-anak kita, sehingga banyak dari kaum Muslimin yang hidup di sekitar kita dengan jasadnya, tapi akal dan pemikiran mereka telah tersandera oleh cara-cara Barat dan hati mereka tertawan oleh berbagai macam syahwat.

Apa solusinya?

Solusinya adalah dengan kembali ke madrasah Nabi kita, Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam, karena kita mendapati metode ini sangat sempurna untuk membangun insan yang proporsional, tidak tergoyahkan oleh syubhat dan tidak terseret oleh syahwat. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu.” (QS. Al-Ahzab: 21).

Wahai kaum Muslimin!

Karakter islami bukan sekedar penampilan atau slogan, tapi ia adalah akal yang punya kesadaran penuh, ruh yang terhubung dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan akhlak mulia yang konsisten. Akal yang berkesadaran penuh akan melindungi pemiliknya dari penyesatan media dan menjadikannya dapat mengenal mana yang benar dan yang salah.

Sedangkan ruh yang terhubung dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memberinya kedamaian di tengah-tengah krisis, sehingga tidak tumbang di hadapan berbagai kesulitan dan tidak menjual agamanya dengan kenikmatan dunia yang sedikit. Adapun akhlak yang mulia akan menjaganya dari penyimpangan, sehingga ia menjadi orang yang jujur dan amanah, penyayang terhadap yang lemah, dan berani dalam membela kebenaran.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam telah mendidik para sahabat beliau dengan konsep yang utuh dan menyeluruh sedemikian rupa, sehingga keluarlah kepada kita hasil seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terkenal dengan ketulusan dan keteguhannya, Umar bin Khattab yang terkenal dengan kekuatan dan keadilannya, Utsman yang terkenal dengan sifat malu dan pemurahnya, dan Ali yang terkenal dengan ilmu dan keberaniannya.

Apakah kita tidak mampu mendidik anak-anak kita dengan metode yang sama?

Saat ini kita melihat generasi muda luntur dalam blind imitation (ikut-ikutan tanpa berpikir) pada figur-figur media, dan merasa bangga dalam mengikuti penyanyi-penyanyi bintang dan pesepak bola. Namun, di sisi lain mereka tidak mengetahui nama para sahabat dan tabi’in! kita juga melihat anak-anak kecil menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar, dan tidak mengenal Al-Qur’an kecuali sekadarnya saja. Lalu karakter seperti apa yang akan kita bangun untuk masa depan umat kita?!

Marilah kita mendidik putra dan putri kita di atas sunnah Nab, mengajarkan mereka shalat sedari kecil, menanamkan sifat jujur dan amanah pada diri mereka, dan mendidik mereka agar mencintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, agar terbangun pada diri mereka kepribadian yang teguh dalam menghadapi media-media yang menyesatkan dengan keimanan, menghadapi syahwat-syahwat dengan kesabaran, dan menghadapi syubhat-syubhat dengan ilmu.

Karakter islami yang kita butuhkan saat ini bukanlah karakter yang lemah dan rapuh, akan tetapi karakter yang beriman kuat, siap menghadapi berbagai tantangan dengan penuh keteguhan, mampu membangun masyarakatnya dengan ilmu dan amal, dan menyinari alam semesta dengan budi pekerti dan akhlaknya.

Kita membutuhkan sosok muslim yang hidup dengan agama Islam sesuai realitas dunianya dan beramal untuk akhiratnya, tulus terhadap dirinya, memenuhi tugas Tuhannya, dan bermanfaat bagi masyarakatnya. Oleh karena inilah, dulu Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam mendidik para sahabat beliau – baik yang tua maupun yang muda, dan laki-laki maupun perempuan – di atas keimanan, ilmu, dan amal, sehingga beliau berhasil membentuk generasi yang mampu mengemban risalah Islam dan menaklukkan dunia. 

Wahai para hamba Allah Subhanahu Wa Ta’ala!

Realitas kita saat ini sangat membutuhkan konsep yang proporsional ini. Pada zaman perang pemikiran dan media yang penuh manipulasi, kita membutuhkan akal pemikir yang penuh kesadaran. Pada zaman yang penuh dengan materialisme dan syahwat ini, kita membutuhkan ruh yang beriman dan senantiasa terhubung dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Pada zaman krisis nilai dan norma ini, kita membutuhkan akhlak Nabi yang mulia.

Kelemahan karakter kita saat ini sebabnya adalah kelemahan kita dalam menghadapi berbagai tantangan zaman. Kebangkitan tidak akan terwujud bagi kita, kecuali apabila kita mendidik anak-anak kita sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam kita bangun akal dalam diri mereka dengan dasar iman dan ilmu, kita bersihkan jiwa mereka dengan dasar ibadah dan zikir, dan kita luruskan akhlak mereka dengan dasar kesabaran, kejujuran, dan amanah, sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208).

Barakallahu lii wa lakum fil Qur’anil Karim

Khutbah Kedua

Karakter islami bukan hanya bentuk dan penampilan luar semata, tapi merupakan bangunan kompleks yang berdiri di atas akidah, iman, ibadah, amal, akhlak, dan sikap. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Sungguh beruntunglah orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, orang-orang yang meninggalkan (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya.” (QS. Al-Mu’minun: 1-5).

Sifat-sifat tersebut merupakan pondasi yang menjadi asas bangunan karakter seorang muslim, ibadah, akhlak, pengendalian diri, dan menjaga kehormatan lisan dan anggota badan.

Karakter islami berdiri di atas pondasi-pondasi tersebut, pertama adalah keimanan dan akidah, sebagaimana yang disabdakan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, “Wahai anak muda! Aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat, jagalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, niscaya Dia menjagamu. Jagalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala niscaya kamu mendapati-Nya di hadapanmu. Apabila kamu meminta, mintalah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan apabila kamu memohon pertolongan, maka mohonlah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” (HR. At-Tirmidzi).

Dalam hadis ini, Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam mendidik anak yang masih belia tentang tauhid dan keyakinan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, untuk membangun karakter yang kuat dan mandiri.

Lalu – fondasi selanjutnya – ibadah dan pendidikan mental, sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Dan dirikanlah salat, karena sesungguhnya salat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut: 45).

Salat dapat membangun jiwa yang hidup dan membentengi seorang muslim dari penyimpangan, puasa sebagai madrasah kesabaran, zakat sebagai pembersih jiwa dari sifat pelit, dan haji dapat menyatukan umat dengan kesatuan iman yang agung.

Lalu – fondasi selanjutnya – adalah akhlak dan interaksi dengan orang lain, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam:

“Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi).

Beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam juga bersabda:

“Orang muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Jadi, akhlak bukanlah sekedar hiasan tambahan, tapi bagian dari hakikat keimanan.

Oleh sebab itu, marilah kita memberi perhatian besar pada pendidikan diri kita dan anak-anak kita dengan metode nabawi, menjadikan rumah-rumah, sekolah-sekolah, dan masjid-masjid kita sebagai pabrik-pabrik pencetak karakter muslim yang seimbang, agar kita dapat menghadapi tantangan-tantangan zaman ini dengan keimanan yang teguh, akhlak yang kokoh, ilmu yang bermanfaat, dan amalan yang saleh.

Membangun karakter islami bukanlah urusan teori, tapi harus berupa praktik yang realistis yang diterjemahkan ke dalam kehidupan seorang muslim, dengan berbekal ilmu yang bermanfaat, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam:

“Siapa yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala kebaikan baginya, maka Dia akan menjadikannya memahami agama.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Serta dengan berbekal amal saleh, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Bekerjalah! Maka, Allah Subhanahu Wa Ta’ala, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu.’” (QS. At-Taubah: 105).

Juga dengan berbekal akhlak mulia, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam:

“Bertakwalah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala di manapun kamu berada, dan susullah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik itu akan menghapus perbuatan buruk, serta perlakukanlah orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmidzi).

Ya Allah Subhanahu Wa Ta’ala, perbaikilah bagi kami generasi muda kami, jagalah putra dan putri kami dari segala fitnah cobaan, bersihkanlah jiwa kami, dan berilah petunjuk kepada kami menuju jalan-Mu yang lurus.

Ya Allah Subhanahu Wa Ta’ala, limpahkanlah salawat dan salam kepada Nabi kita, Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam, dan kepada keluarga dan seluruh sahabat beliau.

Sumber:

https://www.alukah.net/sharia/0/178141/بناء-الشخصية-الإسلامية-في-زمن-الفتن-خطبة/

Sumber artikel PDF