Khutbah Pertama:
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
وَ إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.
Dalam Alquran, Allah Subhanahu wa Ta’ala banyak membuat permisalan agar manusia bisa mengambil pelajaran. Namun, syarat seseorang bisa mengambil pelajaran dari permisalan yang diberikan dalam Alquran adalah dia harus berilmu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَتِلْكَ ٱلْأَمْثَٰلُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَآ إِلَّا ٱلْعَٰلِمُونَ
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” [Quran Al-Ankabut: 43]
Sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala mereka membaca ayat Alquran yang menyampaikan tentang permisalan, lalu mereka tidak memahami permisalan tersebut, mereka bersedih. Karena mereka tidak termasuk orang-orang berilmu menurut standar Alquran. Apa yang dialami sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu tidak memahami permisalan yang diberikan Alquran juga terjadi pada kita. Namun responnya berbeda, kita tidak sedih. Karena kita tidak memiliki semangat untuk mempelajari Alquran.
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Di lain pihak, ada orang yang justru memang takut mendengarkan Alquran. Mempelajari dan memahaminya. Karena apa yang disampaikan Alquran akan bertentangan dengan aktivitas hariannya. Sehingga mereka merasa gerak mereka menjadi terbatas. Misalnya, seseorang melakukan kegiatan muamalah yang dalam prosesnya jelas bertentangan dengan aturan Allah. Bahkan sebagian orang, pilih-pilih mendengarkan ceramah atau tausiyah dengan alasan dia tidak berani mendengarkan pengajian atau ceramah yang menyudutkan pekerjaannya. Atau aktivitasnya sehari-hari.
Di dalam Surat Al-Baqarah, Allah memberikan permisalan tentang orang-orang yang tidak mau mendengarkan Alquran, mempelajarinya, dan mengkajinya karena takut menyinggung kepentingannya.
أَوْ كَصَيِّبٍ مِّنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِم مِّنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ ۚ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ
“Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.” [Quran Al-Baqarah: 19].
Al-Imam Ibnul Qayyim menulis satu buku yang berjudul al-Amtsal fil Quran (Permisalan-Permisalan dalam Alquran). Beliau menjelaskan tentang ayat ini. Alquran adalah permisalan hujan yang turun di muka bumi yang fungsi hujan menjadi sumber kehidupan di muka bumi. Sebagaimana Alquran disebut oleh Allah ruh yang merupakan sumber kehidupan bagi jasad.
وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحًا مِّنْ أَمْرِنَا
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (yaitu Alquran) dengan perintah Kami.” [Quran Asy-Syura: 52].
Jadi Alquran dipermisalkan seperti hujan yang turun dari langit. Lalu Allah melanjutkan,
فِيهِ ظُلُمَاتٌ
“Disertai gelap-gulita.”
Sebagian ahli tafsir menjelaskan, maksud kegelapan ini adalah keraguan yang dimiliki oleh orang-orang munafik terhadap aturan Allah. Sehingga mereka tidak percaya seratus persen terhadap aturan tersebut. Kemudian kata Allah,
وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ
“Terdapat juga gemuruh (halilintar) dan kilat.”
Maksudnya adalah terkadang penjelasan Alquran itu ibarat pekik halilintar bagi orang yang mendengarnya. Sehingga saat mendengarkannya, ia seakan dimarahi oleh Alquran. Karena itu, Allah lanjutkan:
يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِم مِّنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ
“mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati.”
Mereka menghindar dari mendengarkan peringatan tersebut. Karena mereka anggap keras. Padahal bukan keras, tapi sebenarnya karena bertentangan dengan kepentingan mereka. Bertentangan dengan aktivitas, pekerjaan, dan hawa nafsu mereka. Sehingga mereka mengatakan, “Jangan dengarkan pengajian Si A dan Si B karena terlalu keras.” Padahal pendidikan itu dilakukan variatif. Ada keras dan ada lembutnya. Artinya cara keras dengan porsinya juga merupakan bentuk pendidikan yang baik. Demikianlah variasi cara dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikian juga dengan metode Alquran. Ada perintah, ada larangan. Ada motivasi, ada menakuti. Ada kabar gembira, dan ada ancaman. Kadang peringatan dari Alquran itu seperti petir bagi orang yang mendengarnya. Sehingga apabila ada seseorang yang tidak mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh Alquran, yang bermasalah bukan Alquran atau haditsnya, tapi yang bermasalah adalah orangnya.
Di ayat yang lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِينَ (49) كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُّسْتَنفِرَةٌ (50) فَرَّتْ مِن قَسْوَرَةٍ (51)
“Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)? Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut, lari daripada singa.” [Quran Al-Mudatstsir: 49-51].
Inilah perumpamaan lainnya yang diberikan Allah. Yaitu tentang orang-orang yang berpaling dari peringatan-Nya. Takut mendengarkan tausiyah yang bertentangan dengan aktivitas sehari-harinya. Tentang pekerjaannya. Tentang bisnis yang ia jalankan. Tentang pelanggaran di dunia kerja. Bagaikan Zebra atau keledai yang lari terbirit-birit saat melihat kedatangan singa.
Bahkan ia mengajak orang lain juga untuk menghindarinya. Ia katakan, “Jangan datang pengajian itu karena suka membahas kesyirikan dan pelanggaran dalam tradisi. Jangan datangi pengajian itu karena membahas amalan-amalan yang tidak dituntunkan, membahas harta haram, membahas riba, suka berbicara tentang ancaman perbuatan korupsi, sogok, dll. Mereka diumpamakan dalam Alquran seperti takutnya keledai atau zebra yang lari dari kejaran singa.
Oleh karena itu jamaah yang dimuliakan Allah,
Mental manusia itu beragam tatkala berhadapan dengan keberanan. Di antara mereka ada yang bermental kuat. Ia siap menghadapi penjelasan-penjelasan dari Alquran dan hadits walaupun bertentangan dengan pekerjaan dan aktivitasnya. Ia siap berubah dan memperbaiki diri. Inilah orang-orang yang bermental kuat.
Sebaliknya, ada orang-orang yang sejak awal sudah defensif. Dia tutup hatinya untuk merenungi dan memahami. Dia tundukkan kepalanya. Dia alihkan perhatiannya dengan tidur atau bermain HP. Ajaran dari Alquran dan hadits yang bertentangan dengan hobi, kegiatan, aktivitas, dan pekerjaannya, dia anggap hanyalah dongeng saja. Atau bahkan memang dia hindari tempat-tempat, buku-buku, dan chanel-chanel yang menyampaikan peringatan demikian. Inilah orang-orang yang bermental lemah.
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Kebenaran itu rasanya manis, namun terkadang juga terasa pahit karena asing atau karena bertentangan dengan yang kita sukai. Namun, kebenaran tetaplah kebenaran. Aturan dan konsekuensinya tetap berlaku meskipun seseorang tidak suka, tidak mau mendengar, dan menghindar. Karena kita beribadah kepada Allah bukan hanya menaati perintah saja, tapi kita juga beribadah kepada Allah dengan menjauhi larangan-Nya.
Demikian sebagai khotbah yang pertama.
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ؛ فَإِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.
Khutbah Kedua:
الْحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَلاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ تَعْظِيمًا لِشَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوانِهِ، صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا..
أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى:
Jamaah yang dimuliakan Allah Ta’ala,
Para sahabat Rasulullah adalah potret masyarakat yang paling ideal. Artinya, kita diperintahkan meniru dan menjadikan mereka sebagai teladan. Karena mereka adalah orang yang selalu siap menerima ketetapan dari Allah, baik yang mudah bagi mereka maupun yang butuh perjuangan untuk mengerjakannya.
Contohnya dalam kejadian turunnya larangan khamr. Perlu kita ketahui, dalam kehidupan mereka, varian minuman itu sangat terbatas. Tidak seperti zaman kita sekarang; ada susu, teh, kopi, jus, sirup, dan campuran-campuran itu semua. Di masa mereka minuman yang disimpan di rumah hanya ada tiga macam; air putih, susu, dan khomr. Artinya, tiga minuman ini sudah menjadi konsumsi harian sebelum khamr diharamkan.
Dan perlu juga diketahui, fungsi khamr saat itu bukan untuk berbuat jahat. Tapi, untuk perbuatan mulia. Untuk menjamu tamu. Untuk menghilangkan pelit, karena khamr itu menghilangkan kesadaran. Untuk menghangatkan tubuh, dll. Karena fungsi khamr yang baik dan melekat pada budaya mereka, Allah Ta’ala menjelaskan tentang larangannya secara bertahap.
Pertama dalam bentuk manfaat buah-buahan yang menjadi bahan pokok khamr. Allah Ta’ala berfirman,
وَمِن ثَمَرَٰتِ ٱلنَّخِيلِ وَٱلْأَعْنَٰبِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَةً لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.” [Quran An-Nahl: 67].
Kemudian Allah Ta’ala menjelaskan bahwa khamr itu banyak mudoratnya dibanding manfaatnya. Artinya, ada manfaatnya. Tapi, manfaatnya lebih sedikit dibanding bahayanya yang besar. Tujuannya agar mereka mulai menjauhinya. Allah Ta’ala berfirman,
يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَآ إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. [Quran Al-Baqarah: 219]
Para ulama sepakat, yang dimaksud manfaat khamr dalam ayat ini adalah manfaat dari sisi ekonomi. Karena saat itu khamr jadi komoditi ekspor masyarakat Arab ke negeri Syam.
Kemudian Allah memulai melarang khamr untuk dikonsumsi apabila pengaruhnya masih ada saat mengerjakan sholat.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْرَبُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمْ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا۟ مَا تَقُولُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” [Quran An-Nisa: 43]
Saat ayat ini turun, para sahabat semakin terbatas mengonsumsi khamr. Mereka baru akan mengonsumsinya setelah shalat isya sehingga datang waktu subuh sudah sadar. Sampai di titik ini, para sahabat, di antaranya Umar bin al-Khattab berdoa kepada Allah,
اَللَّهُمَّ بَيِّنْ لَنَا فِي الخَمْرِ بَيَانًا شَافِيًا
“Ya Allah, jelaskanlah kepada kami dengan penjelasan yang terang-benderang tentang status khamr.”
Kemudian Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” [Quran Al-Maidah: 90].
Setelah ayat ini turun, para sahabat langsung membuang khamr-khamr milik mereka. Di antara kisah tentang ketaatan para sahabat terkait ayat ini adalah kisah sahabat Abu Thalhah radhiallahu ‘anhu. Beliau mendapat Amanah dititipi harta anak yatim. Anak yatim ini memiliki harta warisan berupa khamr. Sebagaimana yang sudah khotib sebutkan bahwa khamr adalah komoditi ekspor yang menilai ekonomi tinggi. Kalau khamr ini ia buang, maka anak yatim tersebut kehilangan seluruh warisannya.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu menyampaikan:
أَنَّ أَبَا طَلْحَةَ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَيْتَامٍ وَرِثُوْا خَمْرًا، قَالَ: أَهْرِقْهَا .قَالَ: أَفَلَا أَجْعَلُهَا خَلًّا؟ قَالَ: لَا
“Abu Thalhah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang harta waris anak yatim yang berupa khamr. Lalu Rasulullah mengatakan, ‘Buang semua’. Abu Thalhah mengusulkan, ‘Bagaimana kalau khamr itu aku olah menjadi cuka’? Nabi menjawab, ‘Tidak boleh’.” [HR. Abu Dawud].
Padahal kita ketahui cuka hukumnya halal. Namun Rasulullah tetap menolaknya. Lalu dibuanglah semua khamr itu oleh Abu Thalhah. Dan ia mengganti semua harta waris anak yatim tersebut dengan uang pribadinya. Demikianlah mental para sahabat. Mereka tidak takut menanggung rugi. Yang mereka takutkan adalah melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya. Inilah mental para pemberani. Mereka para sahabat siap menerima hukum Allah walaupun bertentangan dengan kepentingan pribadinya.
Tentu kita perlu introspeksi diri kita. jangan sampai kita termasuk orang-orang yang pilih pengajian, pilih ceramah, pilih ayat dan hadits yang hanya sesuai kepentingan kita. Jangan kita bermental lemah sehingga mencari pengajian hanya karena banyak guyonnya atau pengajian permisif, yang apa-apa boleh sehingga sesuai hawa nafsunya.
Kita memohon kepada Allah Ta’ala agar menjadikan hati kita hati yang lurus sehingga kita siap menerima semua kebenaran dari-Nya yang disampaikan kepada kita.
﴿إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾ [الأحزاب: 56]، وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا» [رَوَاهُ مُسْلِم].
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ . وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَقْوَى وَسَدِدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةَ نَبِيِّكَ صلى الله عليه وسلم ، وَاجْعَلْهُمْ رَأْفَةً عَلَى عِبَادِكَ المُؤْمِنِيْنَ
اللَّهمَّ نَسألُكَ حُبَّكَ ، وحَبَّ مَن يُحِبُّكَ ، وحُبًّا يُبَلِّغُني حُبَّكَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَصَغِيرِنَا وَكَبِيرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا ، اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى الْإِيمَانِ ، وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى الْإِسْلَامِ
عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، ) وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ ( .